Saya selalu merasa hidup ini seperti lemari pakaian yang tak pernah selesai diatur: ada item lama yang penuh kenangan, ada tren baru yang menggoda, dan ada beberapa ruang kosong yang menunggu keberanian untuk diisi. Dalam catatan ini saya ingin ngobrol tentang bagaimana fashion, feminisme, dan gaya hidup bisa saling berkelindan — bukan sebagai teori kaku, tapi sebagai keseharian seorang perempuan yang belajar percaya diri sambil tetap bertanya-tanya.
Pakaian bagi saya adalah bahasa tubuh yang paling ringan tapi paling jujur. Dulu saya sering berpikir, kalau pakai blus oversized berarti cuek, kalau pakai rok berarti ingin diperhatikan. Sekarang saya tahu itu semua terlalu sederhana. Sekali saya pakai coat yang saya beli pas traveling sendirian, saya merasa seperti orang yang baru saja bilang “aku bisa” kepada dunia. Itu bukan soal mengikuti trend, melainkan memilih barang yang menceritakan versi diri yang kita ingin jaga hari itu.
Sewaktu membaca beberapa tulisan inspiratif di larevuefeminine saya menemukan perspektif menarik: mode bukan sekadar konsumsi, melainkan cara merebut ruang. Ada kebanggaan kecil setiap kali saya memadupadankan sesuatu yang nyaman tapi tetap berani — itu seperti memberi izin pada diri sendiri untuk tampil otentik tanpa harus meminta maaf.
Pertanyaan ini sering muncul saat saya ngobrol dengan teman-teman: apakah feminisme masih relevan di zaman “sudah modern” ini? Jawabannya menurut saya sederhana: iya, karena feminisme bukan hanya tentang hak formal, tapi tentang bagaimana kita merasa aman untuk mengambil pilihan. Saya pernah ditanya oleh atasan apakah saya mau lembur sekaligus saat sedang hamil. Jawabannya berhubungan dengan struktur, dukungan, dan norma—bukan hanya kebijakan kantor. Itu contoh kecil kenapa percakapan feminis harus terus ada.
Saya juga percaya feminisme itu fleksibel. Feminisme saya mungkin berbeda dengan feminisme tetangga saya, dan itu wajar. Intinya adalah saling hormat dan memberi ruang. Dalam hal fashion, feminisme bisa berarti memilih busana yang membuat kita berdaya, bukan yang mengekang atau memaksa kita berada dalam kotak tertentu.
Di pagi yang santai, saya suka mengaplikasikan lipstik yang warnanya terlalu berani untuk kantor. Bukan karena saya ingin provokatif, tetapi karena itu ngasih mood boost sebelum menghadapi hari. Ada hari-hari saya pakai sneakers, ada hari saya pakai heels. Semua itu bagian dari eksperimen kecil yang membantu saya memahami diri sendiri.
Saya ingat waktu pertama kali berani memotong rambut pendek — reaksi keluarga campur aduk, rekan kerja bertanya-tanya. Tapi yang paling penting, saya merasa lega. Itu jadi pengingat betapa pentingnya memberi diri kita izin untuk berubah. Hidup berani bukan berarti selalu melakukan hal ekstrem; seringkali itu soal keputusan kecil yang terasa benar di dada.
Saya suka mengumpulkan cerita perempuan di sekitar saya: seorang sahabat yang membuka usaha kecil, ibu yang kembali kuliah, kolega yang memimpin pertemuan besar. Mereka semua memberi saya energi. Kadang inspirasi datang dari majalah, kadang dari jalan pulang yang sepi. Yang penting, inspirasi itu harus juga kita bagi. Tulisan pendek di media, obrolan santai sambil minum teh, atau kiriman foto outfit—semua itu bisa jadi kecil tapi memberdayakan.
Di akhir hari saya sering menulis catatan kecil tentang hal-hal yang saya syukuri. Kadang itu berupa komplimen yang saya terima, kadang berupa pilihan berani yang saya ambil. Menulis membuat saya menyadari bahwa gaya hidup yang berani bukan sekadar slogan—itu rutinitas yang terbangun dari keputusan demi keputusan kecil yang diambil dengan sadar.
Kalau kamu baca sini dan merasa terhubung, berarti kita sedang berada di gerbong yang sama. Mari terus berbagi cerita, merayakan pilihan, dan menantang norma yang tak lagi cocok. Hidup berani bukan final destination; ia proses, kadang lucu, kadang ribet, tapi selalu layak dijalani.
Kunjungi larevuefeminine untuk info lengkap.
Aku masih ingat rok pertama yang kubeli sendiri. Bukan hasil pinjaman atau hadiah ulang tahun—melainkan…
Saat Pakaian Pertama Kali Bicara untukku Aku ingat hari itu jelas—mendung tipis di jendela kafe,…
Judul ini terasa manis dan berat sekaligus: Ruang Gaya dan Suara. Dua hal yang sering…
Pagi di depan lemari: bukan soal baju, tapi soal pilihan Setiap pagi aku berdiri menatap…
Di Balik Pintu Lemari: Cerita yang Tak Hanya Kain Setiap pagi saya membuka lemari, bukan…
Antara Gaun dan Gerakan: Catatan Seorang Wanita Modern Aku selalu merasa keseharian sebagai perempuan itu…