Hari di Mana Gaunmu Bicara Tentang Feminisme dan Keberanian

Pernah nggak, kamu lagi berdiri di depan lemari, memegang satu gaun, lalu tiba-tiba merasa seperti ada pesan rahasia yang mau disampaikan? Itu yang sering terjadi padaku. Gaun bukan cuma kain yang menutup tubuh. Dia bisa jadi bahasa. Dia bisa jadi pernyataan. Kadang berbisik lembut, kadang berteriak lantang.

Fakta: Fashion itu punya politiknya sendiri

Bayangkan: rok mini yang dulu dianggap provokatif kini dianggap biasa. Atau blazer oversized yang dulunya milik pemimpin bisnis laki-laki, sekarang dipakai wanita sebagai simbol kekuatan. Fashion selalu ikut berputar bersama waktu, dan setiap potongan pakaian membawa nilai budaya. Ini bukan sekadar soal estetika. Ini tentang akses, tentang kebebasan bergerak, tentang siapa yang berhak menilai tubuh kita.

Kamu tahu, banyak aturan tak tertulis soal “pakaian yang pantas”. Aturan itu seringkali muncul dari norma gender yang ketinggalan zaman. Saat kita memilih gaun yang membuat kita merasa nyaman, kita sedang menolak aturan-aturan itu—secara halus atau dramatis. Dan itulah salah satu bentuk feminisme: memilih tanpa harus minta izin.

Bercerita sambil ngopi: Gaun yang bikin percaya diri

Saya punya satu gaun favorit. Bukan yang paling mahal. Bukan juga yang paling mencolok. Tapi setiap kali memakainya, saya merasa lebih tegap. Ada daya magisnya. Mungkin karena warna yang pas, atau karena potongannya yang pas di pinggang—entah. Yang jelas, saat saya jalan ke kantor atau ke kafe, ada sedikit tambahan ketegasan di langkah saya. Semacam: “Saya datang, saya siap.”

Itu efek kecil. Tapi efek kecil ini kumulatif. Sejak kecil kita diajari harus sopan, harus bisa menundukkan tubuh, jangan terlalu mencolok. Maka ketika kita akhir-akhir ini berdiri tegak dalam gaun yang kita pilih sendiri, itu terasa seperti revolusi kecil. Bukan biadab. Hanya: aku berdaulat atas tubuhku sendiri.

Nyeleneh: Kalau gaun bisa ngomong, kira-kira apa yang dia ucapkan?

Bayangkan gaunmu tiba-tiba buka suara. “Hei, jangan tarik ke bawah itu—aku bukan untuk kau sembunyikan.” Atau mungkin, “Tolong jangan tanya aku apakah aku pakai ini untuk menarik perhatian—aku pakai karena aku suka.” Lucu. Iya. Tapi ada benarnya juga. Pakaian sering jadi alasan yang dipakai orang untuk menilai niat kita. Padahal, niat itu milik kita, bukan rok atau blus yang kita kenakan.

Kita sering mengasumsikan banyak hal berdasarkan penampilan. Itu manusiawi, tapi berbahaya bila jadi dasar untuk mengekang. Humor bisa membantu membuka obrolan ini tanpa menghakimi. Karena terkadang, ketegangan soal pakaian dan gender lebih enak dibuka dengan candaan. Nggak semua obrolan harus serius seperti kuliah.

Praktis: Cara sederhana membuat pakaian jadi pernyataan

Kalau mau bikin gaunmu “berbicara” tentang feminisme, nggak perlu drastis. Mulai dari menambah pin dengan pesan yang kamu suka, memakai warna yang kerap diasosiasikan dengan perlawanan, atau memilih desainer perempuan lokal. Bahkan memakai gaun yang nyaman saat rapat penting juga sudah bentuk keberanian. Kenapa? Karena kamu menolak standar kenyamanan yang ditentukan orang lain.

Juga, dukung cerita di balik pakaian. Tanyakan dari mana bahan itu berasal, siapa yang menjahitnya, apakah produksi ramah lingkungan? Pilihan-pilihan kecil ini menunjukkan bahwa feminismemu bukan sekadar soal penampilan, melainkan juga soal etika dan solidaritas.

Penutup: Lebih dari sekadar kain

Di akhir hari, gaun itu kembali ke gantungan. Tapi jejaknya belum hilang. Langkahmu masih terasa. Percakapan yang tertanam di benak orang lain mungkin belum selesai. Dan perasaanmu—itu yang paling penting—tetap ada. Memakai gaun yang kamu pilih sendiri adalah cara menyatakan: aku hadir, aku punya suara, dan aku berani.

Kalau ingin baca lebih banyak cerita dan esai tentang perempuan, fashion, serta bagaimana keduanya bisa jadi sarana pemberdayaan, ada banyak sumber yang inspiratif. Salah satu yang saya suka adalah larevuefeminine. Enak dibaca sambil ngopi. Serius.

Jadi, besok buka lemari itu lagi. Pegang gaun yang kamu ragu. Coba pakai. Biarkan dia bicara. Lalu dengarkan—siapa tahu ada kata-kata berani yang selama ini ingin kau ucapkan.