Mencari Gaya Pribadi: Kisah Perjalanan Fashion yang Tak Terduga

Mencari Gaya Pribadi: Kisah Perjalanan Fashion yang Tak Terduga

Pada tahun 2015, saat saya baru saja menyelesaikan kuliah di salah satu universitas terkemuka di Jakarta, saya merasa berada dalam sebuah labirin. Di satu sisi, saya sangat antusias untuk memasuki dunia kerja. Namun di sisi lain, ada tantangan yang tampaknya sepele namun menggangu: penampilan sehari-hari. Ini bukan hanya tentang pakaian yang saya kenakan; ini lebih dalam dari sekadar fashion. Ini tentang menemukan siapa saya sebenarnya.

Menemukan Identitas di Tengah Kebisingan

Pada awal karier, banyak sekali ekspektasi dari diri sendiri dan orang-orang di sekitar saya. Saya ingat dengan jelas ketika teman-teman sekampus sering mengandalkan gaya tertentu — kemeja rapi dan celana formal untuk pria atau dress simpel bagi wanita. Namun, saat harus menghadapi dunia pekerjaan yang sebenarnya, semua itu terasa seperti kostum tanpa jiwa.

Saat itu, berada dalam kantor baru terasa menakutkan. Masing-masing dari kami berusaha untuk terlihat profesional dan kompeten. Saya bahkan sempat berlari ke toko untuk membeli blazer pertama saya — hitam sederhana namun tidak ada rasa percaya diri saat memakainya. Dalam perjalanan menuju kantor pertama itu, pikiran berkecamuk: “Apakah orang akan melihatku berbeda jika aku mengenakan ini? Apakah aku cukup baik?”

Proses Penemuan Diri melalui Eksperimen

Beberapa bulan berlalu dan tekanan untuk berpakaian sesuai ekspektasi justru membuatku merasa lebih jauh dari diriku sendiri. Suatu malam, setelah seharian berdiskusi dengan rekan kerja tentang selera fashion mereka — yang sebagian besar terinspirasi oleh influencer media sosial — saya memutuskan bahwa sudah saatnya melakukan eksperimen kecil.

Keesokan harinya, alih-alih blazer hitam yang selalu sama membosankannya itu, saya memilih outfit yang lebih ceria: kaos oversized berwarna pastel dengan sneakers putih kesayangan. Melihat diri sendiri di cermin sebelum pergi ke kantor, ada sebuah momen kelegaan ketika menyadari bahwa penampilan tersebut justru mencerminkan siapa diri saya: ceria dan bebas!

Tentu saja langkah ini tidak datang tanpa komentar miring dari beberapa rekan kerja. “Kamu bekerja di perusahaan korporat bukan? Mengapa kamu berpakaian seperti sedang jalan-jalan?” Ah! Kritik-kritik ini terdengar nyaring—tapi justru membuatku semakin yakin akan pilihan tersebut.

Ketika Fashion Menjadi Katalisator Kepercayaan Diri

Tidak lama setelah pergeseran kecil ini terjadi pada cara berpakaian sehari-hari saya—kontras dengan suasana kantor—saya merasakan dampak positif secara psikologis; produktivitas meningkat! Tanpa sadar apa yang kita kenakan mampu memengaruhi suasana hati kita setiap hari.

Saya mulai lebih aktif berkontribusi dalam rapat dan berbagi ide-ide kreatif tanpa merasa terjebak dalam citra profesional yang kaku tadi. Hal-hal kecil ini membawa dampak besar pada karir awal saya; rekan-rekan mulai memperhatikan kemampuan serta kreativitas daripada hanya tampilan fisik belaka.

Menggali Makna Sebenarnya dari Berbusana

Akhirnya perjalanan mencari identitas lewat penampilan membawa hasil yang tidak terduga—saya menemukan ketenangan dalam mengekspresikan diri secara otentik lewat busana sehari-hari tanpa mengabaikan konteks profesionalisme adalah sebuah seni tersendiri.

Pelajaran terbesar bagi kita semua adalah mengenal diri sendiri terlebih dahulu sebelum memenuhi ekspektasi orang lain—dan mode hanya alat untuk mendukung pencarian tersebut! Jika kamu sedang dalam tahap eksplorasi serupa atau ingin tahu lebih banyak tentang pernyataan fashion lainnya, kamu bisa mencarinya di sini.

Kini setelah hampir sepuluh tahun berlalu sejak kisah itu dimulai—saya masih mengingat hari-hari ketika keputusan sederhana membawa perubahan signifikan pada cara pandang terhadap fashion dan produktivitas hidup secara keseluruhan.