Categories: Uncategorized

Saat Fashion Bertemu Feminisme: Cerita Gaya dan Suara Perempuan

Saat Pakaian Pertama Kali Bicara untukku

Aku ingat hari itu jelas—mendung tipis di jendela kafe, kopi yang terlalu panas, dan blazer hitam yang aku pinjam dari rak ibu karena entah kenapa aku butuh sesuatu yang “serius”. Ketika aku melangkah ke ruangan meeting kampus, beberapa pasang mata menoleh. Ada yang angguk, ada yang mengernyit. Rasanya aneh dan lucu sekaligus: bagaimana sepotong kain bisa membuat orang memperlakukanmu berbeda? Aku sendiri merasa seperti memakai sebuah suara. Itulah pertama kali aku menyadari bahwa fashion bukan sekadar estetika; ia bisa jadi alat, citarasa, dan terkadang—pernyataan politik.

Pakaian sebagai Pilihan—Atau Sebuah Politik?

Bicara soal feminisme dan fashion sering membuat orang berdebat: apakah memakai rok mini berarti menyerah pada standar kecantikan patriarki? Atau memakai blazer oversize adalah bentuk perlawanan? Jawabannya tidak sederhana. Bagi aku, feminisme adalah tentang kebebasan memilih tanpa dihakimi. Suatu hari aku pakai rok, esoknya celana cargo; esoknya lagi aku pakai kaus band dan sepatu boots. Semua itu bukan inkonsistensi, tapi variasi identitas yang sah.

Ada momen ironis ketika seorang teman mengritik “komersialisasi feminisme” di etalase butik — lalu membeli tote bag bertuliskan “The Future is Female” sambil tertawa. Kita bisa jadi konsumen yang cerdas tanpa kehilangan rasa humor. Aku juga belajar mempertanyakan label: apakah kita mendukung brand yang memperjuangkan kesejahteraan pekerjanya? Apakah pakaian itu dibuat dengan etika? Pertanyaan-pertanyaan kecil ini perlahan mengubah caraku berbelanja dan berpenampilan.

Bagaimana Gayaku Membentuk Suaraku?

Pernah ada masa ketika aku memakai lipstik merah sebagai “armor” sebelum presentasi. Ya, terdengar dramatis, tapi begitu aku menyapukan warna itu, pundakku terasa sedikit lebih tegap dan kata-kataku mengalir. Fashion memberi kita ritual: sebelum pergi keluar, kita melakukan sesuatu yang membuat kita merasa siap. Kadang itu sneakers favorit, kadang kalung pemberian nenek yang selalu membuat aku tersenyum kecil hingga orang di sebelahku penasaran kenapa aku mendadak percaya diri.

Di komunitas kami, aku juga melihat bagaimana perempuan menggunakan fashion untuk menyampaikan pesan. Ada yang menolak rok karena pernah mengalami pelecehan, ada yang memilih batik untuk merayakan akar budaya mereka. Lalu ada yang memadukan hijab dengan sneakers neon dan mengubah tatapan orang menjadi kekaguman. Semua itu mengajarkan aku satu hal: ekspresi itu berlapis-lapis, dan fashion adalah salah satu bahasa yang kita gunakan untuk bercerita.

Di tengah perjalanan mencari kata-kata dan gaya, aku sering membaca cerita-cerita inspiratif untuk menambah sudut pandang. Sumber-sumber seperti larevuefeminine jadi jendela kecil yang menyegarkan, penuh esai dan tips yang membuat aku merasa tak sendirian.

Apa Langkah Kecil yang Bisa Kita Ambil?

Tidak semua aksi harus dramatis. Kadang langkah paling berarti adalah memilih pakaian yang membuat kita nyaman sehingga kita bisa berbicara lebih lantang. Beberapa hal yang aku lakukan tiap kali: merawat pakaian agar tahan lama, membeli dari usaha mikro milik perempuan, menukar baju dengan teman (swap party itu menyenangkan dan penuh cerita), serta mendukung perancang lokal yang beretika. Dan tentu, menyapa perempuan lain di jalan dengan senyum—itu sederhana tapi berpengaruh.

Di beberapa aksi kampanye yang aku ikuti, aku sempat hampir tersandung sepatu hak tinggi saat berlarian membentangkan spanduk. Lucu, memalukan, tetapi membuktikan satu hal: pilihan gaya tak selalu nyaman, tapi sering kali itu bagian dari proses belajar. Kita boleh salah langkah, tertawa, lalu bangkit lagi dengan sneakers baru yang lebih nyaman.

Penutup: Fashion Bukan Jawaban, Tapi Salah Satu Cara Bicara

Kalau ditanya, apakah fashion bisa mengubah dunia? Mungkin tidak sendirian. Tapi ketika fashion bersinggungan dengan feminisme—ketika perempuan diberi ruang untuk memilih, berekspresi, dan merasa aman—maka pakaian menjadi medium suara. Setiap baju yang kita pakai, tiap aksesoris yang kita kenakan, bisa jadi cerita kecil tentang siapa kita, apa yang kita perjuangkan, dan bagaimana kita ingin dilihat. Aku masih terus bereksperimen, kadang gagal lucu, kadang sukses membuat hari lebih baik. Yang paling penting: tetap pilih dengan sadar, pakai dengan bangga, dan jangan lupa tertawa ketika lemari berantakan di pagi hari.

admin

Share
Published by
admin

Recent Posts

Diary Gaya: Bagaimana Fashion Mengajariku Tentang Feminisme

Aku masih ingat rok pertama yang kubeli sendiri. Bukan hasil pinjaman atau hadiah ulang tahun—melainkan…

10 hours ago

Catatan Seorang Wanita: Gaya, Feminisme, dan Hidup yang Berani

Catatan Seorang Wanita: Gaya, Feminisme, dan Hidup yang Berani Saya selalu merasa hidup ini seperti…

1 day ago

Ruang Gaya dan Suara: Perjalanan Feminisme dalam Kehidupan Sehari-Hari

Judul ini terasa manis dan berat sekaligus: Ruang Gaya dan Suara. Dua hal yang sering…

3 days ago

Lemariku, Suaraku, dan Gaya: Catatan Feminisme Sehari-Hari

Pagi di depan lemari: bukan soal baju, tapi soal pilihan Setiap pagi aku berdiri menatap…

4 days ago

Di Balik Closet: Kisah Feminisme, Fashion, dan Hidup Sehari-Hari Wanita

Di Balik Pintu Lemari: Cerita yang Tak Hanya Kain Setiap pagi saya membuka lemari, bukan…

6 days ago

Antara Gaun dan Gerakan: Catatan Seorang Wanita Modern

Antara Gaun dan Gerakan: Catatan Seorang Wanita Modern Aku selalu merasa keseharian sebagai perempuan itu…

7 days ago